Perjanjian Sykes-Picot

Home » » Perjanjian Sykes-Picot


file:///C:/Users/kang%20diwan/Downloads/Apa%20yang%20Dimaksud%20Perjanjian%20Sykes-Pycot%20%20_%20Belajar%20Sampai%20Mati.htm

Apa yang Dimaksud Perjanjian Sykes-Pycot?


Perjanjian Sykes-Pycot adalah kesepakatan bersejarah yang ditandatangani pada 16 Mei 1916 oleh wakil-wakil dari Rusia, Prancis, dan Inggris. Namun, karena pecahnya Revolusi Bolshevik pada Oktober 1917, Rusia kemudian mengundurkan diri dari perjanjian itu. Perjanjian itu diberi nama Sykes-Pycot, sesuai nama para penandatangan, yaitu diplomat Prancis François Georges-Picot dan diplomat Inggris Sir Mark Sykes.

Berdasarkan perjanjian tersebut, negara-negara Arab yang pada mulanya menjadi bagian dari Turki Ottoman akan dibagi-bagi oleh Prancis dan Inggris, setelah mereka mengalahkan Turki Ottoman dalam Perang Dunia I. Karenanya, Irak dan Yordania, termasuk pula kawasan Palestina, akan dikuasai oleh Inggris. Sedangkan Suriah dan Lebanon akan dikuasai Prancis.

Perjanjian Sykes-Pycot mempunyai dampak yang panjang, yaitu persiapan pembentukan negara Israel pada tahun 1948 di atas tanah Palestina yang semula dijajah Inggris.

Hmm… ada yang mau menambahkan?

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Peta Perjanjian Sykes Picot

Zones of French, British and Russian influence and control established by the Sykes–Picot Agreement
Perjanjian Sykes-Picot yang ditandatangani pada tahun 1916 adalah perjanjian rahasia antar pemerintah Britania Raya dengan pemerintahan Perancis [1] yang diikuti dan disetujui oleh Kerajaan Rusia, dimana dalam perjanjian ini ketiga negara mendiskusikan pengaruh dan kendali di Asia Barat setelah jatuhnya Kerajaan Utsmaniyah pada Perang Dunia I yang telah diprediksi sebelumnya. Perjanjian ini secara efektif membelah daerah-daerah Arab dibawah Kerajaan Otoman di luar Jazirah Arab sehingga dimasa depan dapat ditentukan dimana kendali atau pengaruh Inggris atau Perancis akan berlaku. [2] Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 16 Mei 1916[3] dan diberi nama sesuai dengan diplomat Perancis François Georges-Picot dan diplomat Inggris Sir Mark Sykes.
Namun kemudian, karena pecahnya Revolusi Bolshevik, Rusia mengundurkan diri dari perjanjian ini. [4] Pada Revolusi Rusia dibulan Oktober 1917, para pejuang Bolsheviks mempublikasikan perjanjian ini dan mempermalukan Inggris, membuat Arab marah, dan Turki senang. [5]
 .

The Sykes-Picot Agreement : 1916

Perjanjian Sykes-Picot yang ditandatangani pada tahun 1916 adalah perjanjian rahasia antar negara penjajah yang dipimpin oleh Inggris, Perancis dan Rusia. Isi diskusi adalah menindaklanjuti sandiwara Perang Dunia I yang membuat kekhilafahan Utsmaniyyah  benar-benar bangkrut. Perjanjian ini secara efektif membagi-bagi  wilayah Kekhilafahan Utsmaniyyah menjadi beberapa negara boneka.  Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 16 Mei 1916.
 Sykes-Picot adalah dua orang diplomat yang dianggap paling berjasa dalam melahirkan perjanjian ini. 
 

Perkembangan negara bangsa (nations state) modern di seluruh dunia Arab adalah proses menarik dan memilukan. 100 tahun yang lalu, sebagian besar wilayah Arab adalah bagian dari Khilafah Utsmani, suatu negara multi – etnis yang besar yang berbasis di Istambul. Pada hari ini, peta politik dunia Arab tampak seperti suatu teka-teki silang yang sangat rumit. Suatu perjalanan yang kompleks dan rumit dari peristiwa-perristiwa yang terjadi di tahun 1910-an yang mengakhiri Dinasti Utsmani dan bangkitnya negeri-negeri baru dengan perbatasan di sepanjang Timur Tengah, yang memecah kaum Muslim satu sama lain.

Meskipun ada banyak faktor yang berbeda yang menyebabkan hal ini, peran yang dimainkan Inggris dalam hal ini adalah jauh lebih besar daripada para pemain lain di wilayah tersebut. Tiga perjanjian terpisah membuat janji-janji yang saling bertentangan yang menjadikan Inggris harus siap siaga. Hasilnya adalah kekacauan politik yang memecah sebagian besar dunia Muslim.

Pecahnya Perang Dunia I
Pada musim panas tahun 1914, perang pecah di Eropa. Suatu sistem aliansi yang kompleks, perlombaan senjata militeristik, ambisi kolonial, dan kesalahan manajemen di tingkat pemerintahan tertinggi menyebabkan perang itu begitu dahsyat dan merenggut nyawa 12 juta orang selama tahun 1914-1918. Di sisi “Sekutu” berdiri Kerajaan Inggris, Perancis, dan Rusia. Di sisi “Tengah” terdiri dari Jerman dan Austria – Hongaria.

Imperium Turki 1914 pra Perang Dunia I

Pada awalnya, Imperium Utsmani memutuskan untuk tetap bersikap netral. Mereka hampir tidak sekuat negara-negara lain yang ikut dalam perang, dan didera oleh ancaman internal dan eksternal. Sultan/Khalifah Utsmani adalah tidak lebih dari boneka pada saat ini, dengan sultan terakhir yang kuat, Abdulhamid II, digulingkan pada tahun 1908 dan diganti dengan pemerintahan militer yang dipimpin oleh “Tiga Pasha”.

Mereka berasal dari kelompok sekuler yang beraliran Barat, yakni kelompok Turki Muda. Secara finansial, Utsmani dalam kondisi terikat, karena utang yang besar kepada kekuatan Eropa sehingga mereka tidak mampu membayarnya. Setelah mencoba bergabung dengan pihak Sekutu dan ditolak, Utsmani memihak Blok Sentral pada bulan Oktober 1914.

Inggris segera mulai memahami rencana untuk membubarkan Imperium Utsmani dan memperluas kerajaan mereka di Timur Tengah. Mereka sudah punya kendali di Mesir sejak tahun 1888 dan India sejak tahun 1857. Utsmani Timur Tengah tergeletak tepat di tengah-tengah dua koloni penting, dan Inggris bertekad untuk memusnahkannya sebagai bagian dari perang dunia.

Perjanjian Sykes Picot
Sebelum Revolusi Arab dimulai dan bahkan sebelum Sharif Hussein bisa menciptakan kerajaan Arabnya, Inggris dan Perancis sudah punya rencana lain. Pada musim dingin tahun 1915-1916, dua orang diplomat, Sir Mark Sykes dari Inggris dan François Georges – Picot dari Perancis diam-diam bertemu untuk memutuskan nasib dunia pasca  Utsmani-Arab.

Pemberontak Arab dengan Bendera Revolusi Arab yang dirancang Inggris

Menurut Perjanjian Sykes – Picot, Inggris dan Perancis sepakat untuk membagi dunia Arab diantara mereka berdua. Inggris mengambil kendali dari apa yang sekarang menjadi Irak, Kuwait, dan Yordania. Perancis diberi Suriah modern, Lebanon, dan Turki selatan. Status Palestina akan ditentukan kemudian, dengan memperhitungkan ambisi Zionis. Zona kontrol yang diberikan kepada Inggris dan Perancis memperbolehkan beberapa jumlah pemerintahan Arab sendiri di beberapa wilayah, meskipun dengan kontrol Eropa atas kerajaan-kerajaan Arab tersebut. Di wilayah lain, Inggris dan Perancis dijanjikan kontrol total.

Meskipun hal ini dimaksudkan untuk menjadi sebuah perjanjian rahasia pasca- Perang Dunia I di Timur Tengah, perjanjian ini mulai dikenal publik pada tahun 1917 ketika pemerintah Bolshevik Rusia mengungkapnya. Perjanjian Sykes Picot – secara langsung bertentangan dengan janji Inggris yang dibuat bagi Sherif Hussein dan menyebabkan ketegangan besar antara Inggris dan Arab. Namun, hal ini tidak menjadi perjanjian yang bertentangan yang terakhir yang dibuat Inggris.


Revolusi Arab
Salah satu strategi Inggris adalah untuk mengubah penduduk Arab di Imperium Utsmani untuk melawan pemerintah. Mereka menemukan pembantu yang siap dan bersedia melakukan hal itu di Hijaz, di wilayah barat Semenanjung Arab. Sharif Hussein bin Ali, yakni Amir (Gubernur) dari Makkah menandatangani perjanjian dengan pemerintah Inggris untuk memberontak melawan Imperium Utsmani. Alasannya untuk bersekutu dengan Inggris untuk melawan umat Islam lainnya masih belum jelas. Kemungkinan alasan pemberontakan itu adalah: ketidaksetujuannya dengan tujuan nasionalis “Tiga Pasha” Turki, perseteruan pribadi dengan pemerintah Utsmani, atau hanya keinginan bagi kerajaannya sendiri.

Apapun alasannya itu, Sharif Hussein memutuskan untuk memberontak melawan pemerintah Utsmani dan bersekutu dengan Inggris. Sebagai imbalannya, Inggris berjanji untuk memberikan uang dan senjata kepada para pemberontak untuk membantu mereka agar bisa melawan tentara Utsmani dengan jauh lebih terorganisir. Juga, Inggris berjanji kepadanya bahwa setelah perang, dia akan diberi kerajaan Arab tersendiri yang akan mencakup seluruh Semenanjung Arab, termasuk Suriah dan Irak. Surat-surat di mana kedua belah pihak menegosiasikan dan membahas pemberontakan ini dikenal sebagai Korespondensi McMahon – Hussein, saat Sharif Hussein berkomunikasi dengan Komisaris Tinggi Inggris di Mesir, Sir Henry McMahon.

Pada bulan Juni tahun 1916, Sharif Hussein memimpin sekelompok prajurit Bedouin dari Hijaz dalam kampanye bersenjata melawan Utsmani. Dalam beberapa bulan, para pemberontak Arab berhasil menaklukan berbagai kota di Hijaz (termasuk Jeddah dan Makkah) dengan bantuan dari tentara dan angkatan laut Inggris. Inggris memberikan dukungan dalam bentuk tentara, senjata, uang, dan penasehat (termasuk penasehat “legendaris” Lawrence of Arabia), dan bendera. Di Mesir, Inggris membuat bendera untuk Arab untuk digunakan dalam pertempuran, yang dikenal sebagai “Bendera Revolusi Arab”. Bendera itu nantinya akan menjadi model bagi bendera Arab lainnya dari negara-negara seperti Yordania, Palestina, Sudan, Suriah, dan Kuwait.

Pada saat Perang Dunia I berkembang selama tahun 1917 dan 1918, para pemberontak Arab berhasil menaklukkan banyak kota-kota besar dari Utsmani. Saat Inggris memasuki Palestina dan Irak, mereka menaklukkan kota-kota seperti Yerusalem dan Baghdad, dan orang-orang Arab membantu mereka menaklukkan Amman dan Damaskus. Penting untuk dicatat bahwa Revolusi Arab tidak memiliki dukungan dari sebagian besar penduduk Arab. Revolusi itu adalah gerakan minoritas yang dipimpin oleh beberapa pemimpin yang berusaha untuk meningkatkan kekuatan mereka sendiri.

Sebagian besar orang-orang Arab tinggal jauh dari wilayah konflik dan tidak mendukung pemberontak atau pemerintah Utsmani. Rencana Sharif Hussein untuk menciptakan kerajaan Arab sendiri sejauh itu telah berhasil, jika bukan karena janji-janji yang dibuat Inggris.

Deklarasi Balfour
Kelompok lain yang menginginkan suara dalam lanskap politik di Timur Tengah adalah Zionis. Zionisme adalah gerakan politik yang menyerukan pembentukan sebuah negara Yahudi di Tanah Suci Palestina. Hal ini dimulai pada tahun 1800 sebagai sebuah gerakan yang berusaha untuk menemukan tanah air yang jauh dari Eropa bagi orang-orang Yahudi (yang sebagian besar tinggal di Jerman, Polandia, dan Rusia).

Akhirnya Zionis memutuskan untuk menekan pemerintah Inggris selama Perang Dunia I untuk memungkinkan mereka agar bisa menetap di Palestina setelah perang usai. Di dalam pemerintah Inggris, ada banyak orang yang bersimpati kepada gerakan politik ini. Salah satunya adalah Arthur Balfour, Menteri Luar Negeri Inggris. Pada tanggal 2 November 1917, dia mengirim surat kepada Baron Rothschild, pemimpin komunitas Zionis. Surat itu menyatakan dukungan resmi pemerintah Inggris untuk tujuan gerakan Zionis untuk mendirikan sebuah negara Yahudi di Palestina:

Arthur Balfour dan Deklarasi Balfour
“Pandangan Pemerintah Yang Mulia dengan mendukung pendirian di Palestina sebagai suatu tanah air nasional bagi orang-orang Yahudi, dan menggunakan upaya terbaik untuk memudahkan tercapainya tujuan ini, jelas dipahami bahwa tidak akan dilakukan hal-hal yang mungkin merugikan sipil dan keagamaan hak-hak masyarakat non – Yahudi yang ada di Palestina, atau hak-hak dan status politik yang dimiliki orang-orang Yahudi di negara lain.”

Tiga Perjanjian Yang Bertentangan 
Tahun 1917, Inggris membuat tiga perjanjian yang berbeda dengan tiga kelompok yang berbeda dan menjanjikan tiga masa depan politik yang berbeda bagi dunia Arab. Orang-orang Arab bersikeras mereka masih mendapatkan kerajaan Arab yang dijanjikan kepada mereka melalui Sharif Hussein. Perancis (dan Inggris sendiri) diharapkan membagi tanah yang sama di antara mereka sendiri. Dan Zionis diharapkan akan diberikan Palestina seperti yang dijanjikan oleh Balfour.

Pada tahun 1918 perang berakhir dengan kemenangan Sekutu dan kehancuran total Imperium Utsmani. Meskipun Utsmani hanya sebagai nama hingga tahun 1922 (dan kekhalifahan sebagai nama sampai tahun 1924), semua tanah bekas Utsmani kini di bawah pendudukan Eropa. Perang usai, tapi masa depan Timur Tengah masih dalam sengketa antara tiga sisi yang berbeda.

Mandat Yang Dibuat Liga Bangsa-Bangsa Setelah Perang Dunia I

Sisi mana yang menang? Tidak satupun yang sepenuhnya mendapatkan apa yang mereka inginkan. Sebagai buntut dari Perang Dunia I, Liga Bangsa-Bangsa (yang merupakan cikal bakal PBB) didirikan. Salah satu pekerjaannya adalah untuk memecah negeri-negeri Utsmani yang ditaklukan. Liga Bangsa-Bangsa (LBB) menyusun “mandat” bagi dunia Arab. Setiap mandat dikuasai oleh Inggris atau Perancis “sampai saat mereka mampu berdiri sendiri.” LBB adalah lembaga yang menyusun perbatasan seperti yang kita lihat pada peta politik modern di Timur Tengah. Perbatasan itu tibuat tanpa memperhatikan keinginan masyarakat yang tinggal di sana, atau di sepanjang batas-batas etnis, geografis, atau agama – mereka benar-benar berbuat sewenang-wenang. Penting untuk dicatat bahwa bahkan sampai hari ini, batas-batas politik di Timur Tengah tidak menunjukkan kelompok orang-orang yang berbeda .  

Perbedaan antara Irak, Suriah, Yordania, dll seluruhnya diciptakan oleh penjajah Eropa sebagai metode untuk memecah Arab satu sama lain.Melalui sistem mandat, Inggris dan Prancis mampu mendapatkan kontrol yang mereka inginkan di Timur Tengah. Bagi Sharif Hussein, anak-anaknya diizinkan untuk memerintah dengan mandat di bawah “perlindungan” Inggris. Pangeran Faisal menjadi Raja Irak dan Suriah dan Pangeran Abdullah diangkat menjadi Raja Yordania. Namun, dalam prakteknya, Inggris dan Perancis memiliki kewenangan yang nyata atas wilayah-wilayah tersebut.

Bagi Zionis, mereka diizinkan oleh pemerintah Inggris untuk menetap di Palestina, meskipun dengan keterbatasan. Inggris tidak ingin kemarahan orang-orang Arab yang sudah tinggal di Palestina, sehingga mereka mencoba membatasi jumlah orang-orang Yahudi yang diizinkan untuk bermigrasi ke Palestina. Hal ini membuat marah kaum Zionis, yang kemudian mencari cara-cara ilegal untuk berimigrasi sepanjang tahun 1920 hingga 1940-an, serta orang-orang Arab, yang melihat imigrasi sebagai perambahan ke tanah dimana mereka telah menetap sejak Salahudin membebaskan wilayah itu pada tahun 1187.

Kekacauan politik yang diciptakan Inggris pada masa setelah Perang Dunia I masih terasa sampai sekarang. Perjanjian-perjanjian yang bertentangan dan negara-negara yang kemudian diciptakan untuk memecah belah umat Islam satu sama lain telah menyebabkan ketidakstabilan politik di seluruh Timur Tengah. Munculnya Zionisme ditambah dengan perpecahan umat Islam di wilayah itu telah menyebabkan pemerintahan yang korup dan kemerosotan ekonomi bagi Timur Tengah secara keseluruhan. Perpecahan yang dilembagakan oleh Inggris di dunia Muslim tetap kuat hingga hari ini, meskipun dibuat dalam 100 tahun terakhir. (riza/ http://lostislamichistory.com/how-the-british-divided-up-the-arab-world/)

Daftar Pustaka :
  • Hourani, Albert Habib. A History Of The Arab Peoples. New York: Mjf Books, 1997. Print.
  • Ochsenwald, William, and Sydney Fisher. The Middle East: A History. 6th. New York: McGraw-Hill, 2003. Print.
30 Mei 2014 pukul 22:53 · Publik
12 orang menyukai ini.


Sukseskan Konferensi Islam & Peradaban 1435 H

Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun. [QS.39:23]
Suka · Balas · Laporkan · 31 Mei 2014

Sukseskan Konferensi Islam & Peradaban 1435 H

Perjanjian Sykes-Picot yang ditandatangani pada tahun 1916 adalah perjanjian rahasia antar negara penjajah yang dimptpri oleh Inggris, Perancis dan Rusia. Isi diskusi adalah menindaklanjuti sandiwara Perang Dunia I yang membuat kekhilafahan Utsmaniyyah benar-benar bangkrut. Perjanjian ini secara efektif membagi-bagi wilayah Kekhilafahan Utsmaniyyah menjadi beberapa negara boneka. Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 16 Mei 1916.
Sykes-Picot adalah dua orang diplomat yang dianggap paling berjasa dalam proses lahrinya perjanjian ini.

https://www.facebook.com/notes/sukseskan-konferensi-islam-peradaban-1435-h/the-sykes-picot-agreement-1916/521466904650445

Dan kita melihat hari ini banyaknya bendera-bendera Sykes-Picot dihormati dan diagungkan dipertuhankan. Sementara itu ada sekelompok orang yang menamakan dirinya kelompok yang paling ahlussunnah waljamaah lalu melakukan apa? Mereka lakukan itu demi kelompoknya dan demi bendera Sykes-Picot di negerintya. Apa yang mereka lakukan terhadap bendera Rosulullah? Mereka itulah sebenarnya orang-orang hizbiyyah. Padahal aku menyaksikan mendengar sampai hari ini .. doa tarawih mereka .. "…..yang berada di bawah panji-panji junjungan kami, Nabi Muhammad, pada hari kiamat"
Jika demikian adanya
Dari Ibnu Mas'ud, Ibnu 'Umar dan Anas radhiallahu 'anhum, berkata: "Nabi s.a.w. bersabda: "Setiap orang yang ingkar janji -yakni tidak menepati janji- itu akan memperoleh sebuah bendera pada hari kiamat, diucapkan: "Inilah pengingkaran si Fulan." (Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Said al-Khudri r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Setiap orang yang ingkar janji itu akan memperoleh sebuah bendera pada pantatnya besok pada hari kiamat, bendera itu dinaikkan dan tingginya itu menurut tingkat pengingkarannya. Ingatlah, tiada seorang pengingkarpun yang lebih besar dosa ingkar janjinya itu pada seorang penguasa umum." (Riwayat Muslim)
Semoga bertaubat. Amin
Suka · Balas · Laporkan · 30 Mei 2014

Hidayat Day

sebenarnya dari sejarah diatas yang khwarij itu raja2 arab karena telah berontak kpada kholifah resmi...eh mala maling teriak maling...pantes raja2_arab mesra bener sama amerika.....
 https://m.facebook.com/notes/sukseskan-konferensi-islam-peradaban-1435-h/the-sykes-picot-agreement-1916/521466904650445/


Perjanjian Sykes-Picot: Genesis Tragedi Timur Tengah

Siapa yang harus bertanggung jawab atas terjadi konflik Palestina dan Israel, serta berbagai macam konflik lainnya, termasuk konflik etnis, di Timur Tengah? Jawabannya: Inggris dan Perancis!

Zaman ketika Perang Dunia I berkobar, Perancis dan Inggris merupakan dua kekuatan besar dunia yang memiliki ambisi besar. Inggris, yang sudah menguasai Terusan Suez, berharap dapat menggunakan terusan itu untuk menggerakkan armadanya ke timur.
Apalagi, pada tahun 1911, tulis John B Judis dalam Genesis, perusahaan minyak Inggris menemukan minyak di Persia. Sejak itu muncul spekulasi, ada minyak di Mesopotamia. Itu sebabnya, Inggris berusaha mencari jalan untuk membawa minyak dari timur ke barat, lewat Palestina.
Sementara itu, lawan utamanya, Jerman, mulai membangun jaringan rel kereta api yang akan menghubungkan Berlin dengan Baghdad dan kota-kota pelabuhan di Teluk Persia.
Pada saat yang hampir bersamaan, hubungan bisnis Perancis dengan kota-kota pelabuhan di Laut Tengah – Beirut, Sidon, dan Tirus – telah tumbuh dan berkembang. Karena itu, perlu sebuah kebijakan untuk mengamankan bisnisnya itu.

Perjanjian Sykes-Picot
Kondisi lapangan seperti itulah yang mendorong Perancis dan Inggris, setelah pecah PD I, merancang sebuah langkah untuk mengamankan kepentingan mereka. Hal itulah yang telah mendorong kedua negara mengadakan pembicaraan rahasia dan akhirnya melahirkan sebuah perjanjian di antara mereka yang disetujui oleh Rusia. Perjanjian yang kemudian disebut Perjanjian Sykes-Picot itu ditandatangani pada 16 Mei 1916. Disebut Sykes-Picot karena ditandatangani oleh Mark Sykes dari Inggris dan George Picot dari Perancis.
Kesepakatan itu diambil setelah Perancis dan Inggris melihat Kekhalifahan Utsmaniyah (Ottoman) yang berpusat di Turki mulai goyah. Dalam PD I, Ottoman bergabung dengan Jerman. Ketika itu, Kekhalifahan Utsmaniyah dipimpin Sultan Mehmed V (berkuasa tahun 1908-1918), dan nantinya digantikan oleh Sultan Mehmed VI (1918-1922).
Perjanjian Sykes-Picot, pada garis besarnya, berisi pembagian wilayah Kekhalifahan Utsmaniyah yang tengah memasuki rembang petang. Berdasarkan perjanjian itu, Perancis menguasai Suriah, Lebanon, dan Cilicia. Sementara Inggris mendapatkan wilayah yang sekarang bernama Jordania, sebagian Irak (termasuk Baghdad), serta Pelabuhan Haifa dan Acre.
Sebagian besar Palestina dikontrol bersama oleh kekuatan Sekutu. Lembah Jordan ada di bawah pengaruh Inggris. Jerusalem di bawah administrasi internasional. Rusia mendapatkan sebagian Turki, termasuk Istanbul dan Selat Bosporus.
Ada, paling tidak, tiga kepentingan strategis dari perjanjian ini. Pertama, pembagian Timur Tengah mengabadikan konsep tradisional sistem perimbangan kekuasaan Eropa. Karena, Inggris dan Perancis tetap khawatir munculnya kekuatan lain yang akan menggerogoti wilayah mereka, dan mereka melihat Jerman berpotensi untuk itu.
Kedua, pembentukan negara Arab merupakan balasan atas revolusi Arab melawan Turki. Ketiga, dengan menguasai wilayah antara Terusan Suez dan Teluk Persia, Inggris mengamankan jalur laut ke India.

Isi Perjanjian Sykes-Picot sebenarnya bertentangan dengan perjanjian yang ditandatangani Inggris dengan penguasa Mekkah. Perjanjian ini disebut McMahon-Hussein 1915. Perjanjian ini merupakan hasil korespondensi antara komisioner tinggi Inggris di Mesir, Sir Henry McMahon, dan Sharif Hussein bin Ali di Mekkah.
Menurut perjanjian itu, Inggris berjanji setelah PD I selesai akan menyerahkan wilayah yang sebelumnya dikuasai Utsmaniyah, kepada orang-orang Arab yang tinggal di wilayah itu. Inggris mendukung kemerdekaan negara-negara Arab di wilayah, termasuk di Semenanjung Arab (kecuali Aden), dan seluruh Irak, Palestina, Transjordan, dan Suriah hingga Turki di bagian utara serta Persia bagian timur. Hussein juga akan meminta Inggris mendukung restorasi kekhalifahan.
Namun, Inggris dan Perancis ketika menandatangani Perjanjian Sykes-Picot, sepertinya menutup mata terhadap Perjanjian McMahon-Hussein. Persoalannya menjadi lebih rumit lagi setelah Inggris mendukung bahkan menjadi sponsor utama lahirnya Deklarasi Balfour (1917), yang isinya mendukung orang-orang Yahudi untuk mendapatkan “national home” di Palestina. Tentu saja isi Deklarasi Balfour itu bertentangan dengan Perjanjian McMahon-Hussein.
Hussein, paling tidak, mengartikan bahwa berdasarkan Perjanjian McMahon-Hussein, Palestina akan diberikan kepada orang-orang Palestina setelah perang usai. Namun, dengan munculnya Deklarasi Balfour, ceritanya menjadi lain.

Krisis Timur Tengah
Inilah perjanjian yang menggambarkan arogansi kekuasaan besar pada masa itu. Kekuatan Eropa mencampuri Timur Tengah dan, yang lebih penting lagi, mengabaikan garis-garis tradisional yang memisahkan agama dan etnik di kawasan itu.
Perjanjian Sykes-Picot disusun dan ditandatangani tanpa pernah dikonsultasikan atau sekurang-kurangnya dibicarakan dengan para pemimpin politik atau pemuka suku penduduk di Timur Tengah pada masa itu. Sykes dan Picot dengan pensil di tangan menarik garis di atas peta Timur Tengah dan membagi-bagi wilayah tersebut tanpa banyak pertimbangan.
Akibat dari perjanjian yang saling bertentangan itu – McMahon-Hussein, Sykes-Picot, dan Deklarasi Balfour – dirasakan dunia Arab hingga saat ini, termasuk konflik etnis yang pecah di Suriah, juga di Irak dan Lebanon. Memang, Inggris telah mendudukkan dua putra dari sekutu Arab-nya untuk menjadi penguasa di Jordania dan Irak.
Namun, mereka, termasuk wilayah yang dikuasai Perancis – Suriah dan Lebanon – tak memperoleh kemerdekaan penuh sampai setelah Perang Dunia II berakhir.
Yang merasa sangat dikhianati Inggris adalah Palestina. Alasannya, Inggris tak memenuhi janjinya untuk menyerahkan wilayah Palestina kepada mereka. Yang terjadi justru sebaliknya, memberikan jalan kepada orang-orang Yahudi untuk mendirikan negara Israel di Tanah Palestina.
Padahal, dalam Perjanjian Sykes-Picot, Jerusalem secara jelas disebutkan ada di bawah “administrasi internasional” dan akan diserahkan kepada Palestina. Namun, ini tak pernah direalisasikan oleh Inggris.

Pembagian garis batas wilayah yang dicoretkan Inggris dan Perancis telah menimbulkan konflik berkepanjangan melintasi tidak hanya dekade, tetapi juga bahkan abad. Masalah di Palestina terus berkepanjangan hingga kini.
Sementara itu, kini muncul struktur politik baru di beberapa negara Timur Tengah berdasarkan garis etnik atau sectarian, seperti yang terjadi di Suriah dan Irak.
Irak, setelah Saddam Hussein timbang, seperti terpecah menjadi tiga wilayah besar berdasarkan garis sektarian: Syiah di selatan hingga sebagian tengah, Sunni sebagian tengah, dan Kurdi di wilayah utara.

Suriah, demikian pula, tercabik-cabik perang saudara berbau sectarian. Lebanon tak terkecuali meski sedikit banyak bisa mengendalikan.
Perkembangan terakhir di Irak utara mempertegas hal itu, yakni dengan muncul kelompok yang menamakan dirinya Negara Islam Irak Suriah (NIIS). Keputusan NIIS hari Minggu, 29 Juni 2014, yang memproklamasikan kekhalifahan baru di sebagian wilayah Irak dan Suriah, telah memunculkan persoalan baru serta membahayakan bagi Suriah dan Irak.
Hari itu, Abu Bakr al-Baghdadi memproklamasikan dirinya sebagai Khalifah Ibrahim yang wilayah kekuasaannya membentang dari Allepo (Suriah) hingga Provinsi Diyala (Irak). Diyala adalah provinsi di sebelah timur laut Baghdad dan dekat dengan perbatasan Iran.
Aleppo, sebuah kota di Suriah bagian barat laut, merupakan kota terbesar kedua di Suriah. Pada zaman Kekhalifahan Utsmaniyah yang berpusat di Turki, Allepo merupakah kota terbesar ketiga setelah Konstantinopel (Istanbul) dan Kairo.
Dengan munculnya “kekhalifahan” baru ini, garis-garis batas yang pernah diputuskan secara rahasia dan sepihak oleh Inggris dan Perancis (baru terungkap ke media setelah pecah Revolusi Bolshevik di Rusia tahun 1917) seolah hilang.
Garis-garis perbatasan itu dihapus oleh NIIS. Namun, pertanyaannya, apakah Suriah dan Irak akan menerima? Lahirnya NIIS nyata-nyata mengurangi wilayah mereka.
Konflik baru tidak akan terhindarkan. Tidak mustahil ini akan memberi inspirasi kepada suki Kurdi untuk merdeka.
Inilah semua hasil campur tangan negara-negara Barat pada masa lalu, yang sebenarnya berlanjut selama Perang Dingin dan sekarang ini.
Trias Kuncahyono
Kompas, Minggu, 13 Juli 2014
 syx-gf.blogspot.co.id/2014/07/perjanjian-sykes-picot-genesis-tragedi.html


Perjanjian bangsa Arab dengan bangsa barat

Ø PERJANJIAN INGGRIS DAN ARAB
Inggris membujuk Sjarif Husein agar bangsa Arab mengangkat senjata terhadap Turki dan berperang dipihak sekutu. Sjarif Husein mengemukakan satu syarat yaitu seluruh daerah Arab yang berada dibawah kekuasaan Turki harus dibebaskan dan menjadi satu wilayah Negara merdeka dan berdaulat, termasuk Irak, Suria, Palestina dan Jazirah Arab kecuali Aden, jajahan Inggris.setelah beberapa lama diadakan surat menyurat antara Sjarif Husein dan Sir Henry Mc Mahon, Raja Muda Inggris di Mesir, tercapailah persetujuan antara kedua belah pihak mengenai syarat yang diajukan oleh Sjarif Husein itu. Dengan demikian bangsa arab mengangkat senjata terhadap Turki dan berperang di pihak sekutu.
Ketika Perang Dunia I selesai, Inggris dipihak yang menang. Bangsa Arab menuntut kepada Inggris untuk melaksanakan janjinya. Akan tetapi Inggris tidak mau menepati janjinya itu. Ia hanya mau mengakui Hijaz sebagai satu kerajaan dibawah pimpinan Sjarif Husein.
Ketika perundingan berlangsung antara Sjarif Husein dan Sir Henry Mc Mahon, Inggris juga mengadakan perjanjian rahasia dengan Perancis untuk membagi-bagi negeri Arab. Perjanjian rahasia ini akhirnya menghasilkan satu perjanjian rahasia yang terkenal dengan Perjanjian Sykes-Picot dimana ditentukan bahwa daerah Suria dan libanon akan menjadi daerah pengaruh Perancis, sedangkan daerah Irak akan menjadi daerah Inggris. Palestina akan dijadikan daerah internasional dengan catatan bahwa pelabuhan-pelabuhan Heiffa dan Akka harus berada dibawah kekuasaan Inggris.
Kemudian dengan Konferensi San Remo dan dengan persetujuan LBB buatan sekutu, Suri dan Libanon diletakkan dibawah mandat Perancis sedangkan Irak dan Palestina berada dibawah Inggris. Dengan ini ternyata bangsa Arab telah ditipu mentah-mentah oleh Inggris dihadapan dunia internasional.
Ø PERJANJIAN LONDON
Pada tanggal 26 April 1915 telah ditandatangani suatu persetujuan rahasia antara Inggris, Perancis, Rusia dan Italia, persetujuan yang terkenal dengan Treaty of London. Perjanjian ini adalah sebagai upah yang harus dibayar oleh sekutu kepada Italia atas kesediaannya membelot kepada sekutu dan mengangkat senjata terhadap Jerman.
· Isi perjanjian London:
a. Italia diberi kekuasaan penuh atas kepulauan Dodecanese sepanjang pantai Turki, kepulauan yang berada di bawah pendudukan Italia sejak tahun 1912
b. Segala hak dan keistimewaan yang dimiliki Sultan di Libia berdasar atas perjanjian Lausanne tahun 1912 berpindah kepada Italia
c. Pasal 9 (yang paling penting) menyatakan antara lain sebagai berikut:
Perancis, Inggris dan Rusia mengakui bahwa:
ü Italia mempunyai kepentingan di Laut Tengah
ü Apabila daerah Turki di Asia dibagi-bagi, Italia harus mendapat bagian yang adil dari daerah Laut Tengah yang berbatas dengan propinsi Adalia
ü Jika Perancis, Inggris dan Rusia dalam waktu perang menduduki suatu daerah Turki di Asia, maka Italia berhak menduduki daerah Laut Tengah yang berbatasan dengan daerah Adalia.
Dengan Perjanjian ini, Italia mengumumkan perang terhadap Turki pada tanggal 20 Agustus 1915.
Ø PERJANJIAN SYKES-PICOT
Pada tahun 1915 di Kairo diadakan perundingan antara Sir Mark Sykes, komisaris tinggi Inggris untuk urusan Timur Tengah, dan George Picot, komisaris tinggi Perancis untuk urusan Timur Tengah mengenai hari kemudian Arab dan mengenai keinginan dari kedua Negara ini untuk membagi negeri tersebut setelah perang selesai.Pada tanggal 16 mei 1916 tercapailah persetujuan antara kedua belah pihak, dimana persetujuan tersebut terkenal dengan Sykes-Picot Agreement.
· Kesimpulan dari persetujuan ini antara lain :
v Rusia mendapat bagian propinsi Erzerum, Trabizond,Van dan Bitlis demikian juga daerah-daerah sebelah utara Kurdistan sepanjang garis Mush, Sairt, Ibnu Omar dan Imadija sampai perbatasan Iran.
v Perancis mendapat daerah pantai Suria, wilayah Adana, dan wilayah Kilikia, yang garis perbatasannyasebelah selatan dimulai dari Aintab dan Mardin sampai perbatasan Rusia.sedangkan sebelah utara dimulai dari Ala-Dagh, Kaisarija, Ak-Dagh, Yildiz-Dagh dan Zara sampai ke Egin karpt.
v Inggris mendapat bagian Mesopotamia Selatan dengan Bagdad, demikian juga pelabuhan Helfa dan Akka di Palestina.
v Didaerah yang terletak diantara daerah Inggris dan daerah Perancis akan dibentuk suatu Negara federal atau Negara Uni Tarus Arab.Daerah ini akan dibagi dalam dua daerah pengaruh, yaitu daerah Inggris dan daerah pengaruh Perancis.
v Alexandria dijadikan pelabuhan bebas
v Palestina dijadikan daerah Internasional.
Karena Syarif Huseein dan Sir Henry Mc Mahon.Syarif Hussein tidak mengetahui adanya Sykes-Picot ini, sehingga Inggris telah berbuat curang kepada Arab yang diwakili oleh Syarif Hussein.Kecurangan pemerintah Inggris oleh colonel Lawrence yang dimempunyai gelar raja Arab yang tidak bermahkota.Yaitu seorang Inggris yang amat berjasa dalam usaha membujuk bangsa Arab mengangkat senjata terhadap Turki dan berperang disamping Sekutu merasa sangat malu dan untuk menebus rasa malunya ia telah membongkar segala rahasia Foreigen Office dan bersumpah tidak akan menerima suatu apapun dari pemerintah Inggris dan Lowrence telah memenuhi sumpah itu.
Ø INGGRIS MEMBANTU MELAKSANAKAN CITA-CITA ZIONIS
Janji Balfour membuat pemerintahan Inggris mengangkat Sir Herbert Samuel (yahudi Inggris ) menjadi Komisaris Tinggi Inggris yang pertama di Palestina. Mulai dari itu kaum Yahudi dari berbagai dunia berdatangan ke Palestina. Para pendatang tersebut mendirikan berbagai perusahaan, membuka tambang-tambang dan koloni sehingga dapat dikatakan seluruh perekonomian Palestina diduduki dan dibantu oleh kaum zionis yang dapat membahayakan bangsa Arab.
Ø PEMBERONTAKAN ARAB PALESTINA
Pada tahun 1929 meletus pemberontakan dan akhirnya dapat ditindas oleh Inggris. Pada tahun 1935 partai politik di Palestina bergabung dalam Panitia Arab Tertinggi dan pada tanggal 26 Nopember 1935 panitia menuntut:
a. Membentuk suatu pemerintahan nasional yang bertanggung jawab pada parlemen
b. Menghentikan sama sekali pemindahan kaum Yahudi ke Palestina
c. Melarang penjualan tanah kepada kaum Yahudi
Kemudian pemerintahan Inggris membentuk dewan legislative. Pada tahun 1936 panitia Arab tertinggi menuntut kembali seperti halnya pada tahun 1935, yang diiringi dengan pemogokan umum. Sehingga pemerintahan inggris mengirim pasukan polisi istimewa yang kebanyakan terdiri dari orang yahudi dan tentara Inggris.
PERKEMBANGAN MASALAH YAHUDI DI PALESTINA
Ø INGGRIS MENJANJIKAN PALESTINA JADI TANAH AIR YAHUDI
Janji manis yang diberikan inggris pada perang dunia 1 kepada bangsa Arab untuk memikat hati Bangsa Arab diantara janji itu mengenai hari kemudian Palestina.Pada tanggal 8 agustus 1916 menngeluarkan suatu statement yaitu diantaranya masalah-masalah yang penting yang tidak dapat diubah lagi dalam program politik Inggris. Bahwa segala tempat suci (di Palestina dan sekitarnya) harus tetap berada di dalam tangan Pemerintahan Islam yang merdeka.
Bulan desember 1917 Lord Allenby bersama dengan pasukannya memasuki kota jeruzalem, mengumumkan sebagai berikut: ,,bahwa tujuan dari pad kependudukan Inggris adalah untuk mebebaskan Palestina dari perbudakan Turki dan membangunkan suatu pemerintahan nasional yang merdeka.
Tanggal 5 januari 1918 Lloyd George, perdana Menteri Inggris dalam suatu pidatonya yang ditujukan kepada syarikat buruh Inggis menegaskan: ,,bahwa Britania-Raya mengakui hak Palestina, Jazirah Arabia, Suria dan Irak untuk mempunyai kebebasan dan kemerdekaan, serta hak untuk membentuk suatu pemerintahan nasional yang merdeka.
Ketika perjanjian sedang berjalan antara Sir Henry Mc Mahon, raja muda Inggis di Mesir mengadakan perjanjian rahasia denagn perancis ( Perjanjian sykes-Picot) untuk mebagi Negara Arab yang berada di bawah kekuasaan Turki . menurut Perjanjian Sykes-Picot ini, Suria dan Libanon dijadikan daerah pengaruh Perancis, Irak dijadikan daerah pengaruh Inggris, sedangkan Palestina dijadikan daerah internasional, dengan ketentuan bahwa pelabuhan Heifa dan Akka harus menjadi kepunyaan Inggis. Sehingga dengan kata lain, isi perjanjian tersebut bertentangan sama sekali dengan persetujuan yang telah dicapai antar Syarif Husein dengan Sir Henry Mc Mahon, raja Muda Inggris di Mesir.
Pada permulaan tahun 1917, Mr. Balfour mentri luar negeri Inggis berangkat ke Amerika untuk mengadakan perundingan dengan pemimpin Yahudi di sana. Maka pada tanggal 2 November 1917, di umumkan Keterangan Balfour ( Balfour Declaration ) yaitu diterangkan bahwa Pemeriontah Inggris berjanji akan berusaha sekuat-kuatnya untuk membangunkan tanah air yahudi (Jewish national Home) di Palestina.
Keterangan Balfour merupakan bukti bahwa Inggris telah mengkhianati janji yang telah diberikannya kepada bangsa aRab serta merupakan suatu sikap yang terang-terangan dari pemerintah Inggris untuk mebantu gerakan kaum Yahudi untuk merampas tanah air bangsa Arab, Palestina.
Yang sangat menyolok mata, bukan saja Inggris dan sekutunya dengan jalan paksa telah meletakkan Palestina di bawah mandate Inggris, dan ditegaskan pula bahwa pemerintah mandate mengakui perwakilan yahudi sebagai badan umum” a public body” untuk memberi adpis dan bantuannya kepada pemerintah Palestina mengenai hal-hal yang bersangkutan denagn pembangunan tanuah air Yahudi, baik dalam urusan ekonomi maupun urusan social dan lainnya.
Selain itu kepada badan ini diberi hak untuk turut bekerja-sama untuk pemerintah Palestina untuk kebangunan Palestina dalam segala lapangan. Tidak ketinggalan pula di atur dalam piagam mandate itu, tugas pemerintah Palestina untuk mempermudah pemindahan kaum Yahudi ke Palestina dan untuk menarik hati mereka supaya pindah ke sana dengan pertolongan Ba dan Perwakilan Zionis.
Maka dengan ketentuan tersebut, Ba dan perwakilan Zionis yang dinamakn “public body” itu telah merupakan :”impeium in imperio” atau Negara dalam Negara. Oleh karena itu kedua belah pihak saling bantu-mambantu. Tidak heran kalau Inggris mengeluarkan keterangan Balfour dengan tidak memperdulikan sama sekali hak dan kepentingan bangsa arab dan tidak heran pula kalau keputusan kongres Yahudi Amerika pada tanggal 18 desember untuk meminta mandate Britania-raya atas palestina, diambil oleh perhimpunan Zionis menjadi keputusannya, dan kemudian disampaikan kepada Majlis Tertinggi Sekutu pada tanggal 3 februari 1919, dengan permintaan supaya Lembaga Bangsa-bangsa berusah melaksankannya, dengan alasan bahwa keputusan itu sesuai dengan keinginan Yahudi sedunia.
M. Nur al Ibrahimy.1954.jakarta.

Referensi

  1. ^ Fromkin, David (1989). A Peace to End All Peace: The Fall of the Ottoman Empire and the Creation of the Modern Middle East. New York: Owl. pp. 286, 288. ISBN 0-8050-6884-8.
  2. ^ Peter Mansfield, British Empire magazine, Time-Life Books, no 75, p.2078
  3. ^ http://www.law.fsu.edu/library/collection/LimitsinSeas/IBS094.pdf p. 8.
  4. ^ Susilo, Taufik Adi, Ensiklopedi Pengetahuan Dunia Abad 20. Javalitera. Yogyakarta 2010 Halaman 65
  5. ^ Peter Mansfield, The British Empire magazine , no.75, Time-Life Books, 1973
.
Share this article :