Nahwu bag. 1, Pengertian dan Syarat-syaratnya "Al Kalam"

Home » » Nahwu bag. 1, Pengertian dan Syarat-syaratnya "Al Kalam"
Merupakan bagian pertama dari kitab Nahwu Al A_jurumiyah yang dikarang oleh seorang Ulama Lughoh bernama Abu Abdillah bin Muhammad bin Dawud As Shonhaji atau lebih dikenal dengan panggilan Ibnu A_Jurum.

Berkata Ibnu A_Jurum:

" الكلام: هوا اللفظُ المُرَكَّبُ المُفيدُ بالوَضْع "

Al Kalamu Huwa Lafdzul Murokkabul Mufiedzu bil Wad'i
Artinya: "Yang dimaksud dengan Al Kalam (kalimat) adalah Lafadz yang tersusun dan memiliki faidah dengan sebuah tujuan".
Dalam buku lain Al Kalam disebut juga dengan Jumlah Mufiedah (= kalimat sempurna). Dan menurut pernyataan di atas dapat kita simpulkan pula bahwa sesuatu hanya akan disebut Al Kalam atau jumlah mufiedah manakala memenuhi 4 Syarat pokok:

Sebuah kalam haruslah terdiri dari sebuah lafadz, yaitu suara atau ucapan yang dibangun dari huruf hijaiyah.
Contoh: أَحْمَدُ 
Kata  أَحْمَدُ dapat kita golongkan sebagai lafadz. Hal ini karena kata  أَحْمَدُ   memiliki konstruksi yang terdiri dari huruf-huruf Hijaiyyah yaitu Alif, Ha', mim dan dzal. Begitu pula dengan kata قلم, كتاب, يأكل , يشرب  dan kata lainnya yang memang tersusun dari huruf-huruf hijaiyyah.
Lalu bagaimana dengan bahasa tulisan, isyarat, sandi atau lambang-lambang sejenis yang memiliki ma'na tertentu?
Jika merujuk pada ma'na lafdz menurut ulama nahwu, maka bahasa tulisan, isyarat, sandi atau bahkan bahasa non Arab semisal bahasa Indonesia tidak tergolong ke dalam lafadz. Semuanya berkedudukan layaknya suara genderang, kaleng atau sejenisnya yang tidak tersusun dari huruf hijaiyyah.
2. Al Murokkab
Murokab disini artinya bahwa kalam harus terdiri dari dua suku kata atau lebih. Sehingga lafadz  أَحْمَدُ saja belum cukup untuk dikatakan sebagai kalam. Anda harus memberikan keterangan tambahan pada lafadz . Baik menggunakan pola mubtada dan khobar (MK)  atau fi'lun fail (FF):
Contoh :  
  • MK : (Ahmad duduk ) ------- أَحْمَدُ جَالِسٌ 
  • FF   : (Ahmad duduk) ------- جَلَسَ أَحْمَدُ    
Catatan: Dalam beberapa kasus, kita dapati ada kalam yang secara kasat mata terdiri dari satu lafadz saja seperti kata perintah اِسْتَقِمْ (luruslah) dan yang sejenisPadahal pada hakikatnya kalimat tersebut terdiri dari dua lafadz yaitu : اِسْتَقِمْ أَنْتَ

3. Mufiedz
Sebuah kalam harus memiliki faidah dan memberikan pemahaman yang utuh bagi siapa saja yang mendengar.Tidak terpotong-potong dan menyisakan keterangan lain yang seharusnya melengkapinya.
Contoh:
  • إِذَا جَاءَ أَحْمَدُ (Jika ahmad datang ) ---- Ini belum dikatakan mufidz karena seharusnya masih ada keterangan setelahnya, yaitu sebuah akibat yang ditimbulkan dari ungkapan "jika". Harusnya إِذَا جَاءَ أَحْمَدُ نُسَلِّمْ عَلَيْهِ (jika Ahmad datang maka kita ucapkan salam padanya). atau ungkapan lainnya yang bisa kita jadikan sebagai akibat kedatangan Ahmad. 
4. Bil Wadh'i
Dalam memaknai Wadh' , para ulama mengemukakan dua pendapat:
  • Bil Wadh'i artinya memiliki maksud dan tujuan. Bukan perkataan yang keluar tanpa kehendak dan tidak memiliki tujuan seperti perkataan orang gila, mabuk atau tidur.
  • Bil Wadh' artinya adalah dengan menggunakan bahasa Arab. Sehingga setiap kalimat yang diucapkan harus sesuai dengan bahasa Arab dan memiliki ma'na yang difahami oleh bangsa Arab. 
sumber : arabiyana.net
.
Share this article :