Integritas Moral Sartono Kartodirdjo Pantas Diteladani

Home » , » Integritas Moral Sartono Kartodirdjo Pantas Diteladani

Yogya (KU) � Begawan sejarah Indonesia, Prof. Dr. Sartono Kartodirjo, tidak hanya dikenal sebagai tokoh pemikir, ilmuwan, dan intelektual dalam bidang ilmu-ilmu sosial dan humaniora, baik di Indonesia maupun dunia internasional. Namun lebih dari itu, beliau juga dikenal sebagai intelektual yang memiliki integritas moral yang selalu mengedepankan kejujuran dalam menjalankan aktivitasnya.


Sejarawan UGM, Prof. Dr. Djoko Suryo, dalam Seminar "Pemikiran Sartono Kartodirjo: Sejarah Sosial dan Kekerasan Politik di Indonesia" yang digelar di Sekolah Pascasarjana, Kamis (22/4), mengatakan Prof. Sartono semasa hidupnya selalu hidup dalam kesederhanaan dan jauh dari kesan kemewahan. Sartono bahkan lebih memilih menghabiskan hidupnya sebagai seorang ilmuwan.
Menurutnya Djoko Suryo, nilai-nilai kearifan yang dijalankan Sartono sangat pantas diteladani oleh generasi muda dan intelektual Indonesia saat ini, di tengah semakin maraknya kasus plagiarisme dan perilaku korupsi yang melanda bangsa Indonesia. Mempertegas ucapan tersebut, Djoko menceritakan pengalaman pribadinya saat terlibat mengerjakan proyek penelitian di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM. Kala itu, Sartono selaku Kepala PSPK menekankan pada bawahannya untuk senantiasa menjalankan prinsip kejujuran. Tidak heran, bila ada sisa dana proyek penelitian selalu dikembalikan kepada negara. Bagi Sartono, dana penelitian merupakan milik rakyat sehingga tidak boleh disalahgunakan. �Soal keuangan, dia sangat tertib. Orang demikian, sulit di cari zaman sekarang,� ujar Djoko.
Sisi lain sosok Sartono yang sangat dikagumi Djoko adalah sikapnya yang tidak tergiur oleh kemegahan jabatan dan kekuasaan. Hal tersebut bahkan dilakoni Sartono hingga akhir hayatnya. �Beliau tidak mau menerima jabatan. Dia hanya ingin tetap menjadi ilmuwan. Terakhir, Sartono hanya mau jadi ketua jurusan. Dia menolak untuk dicalonkan jadi dekan, apalagi jadi rektor,� kenang Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM ini.
Sementara itu, Guru Besar Fisipol UGM, Prof. Dr. Mohtar Mas�oed, tampil sebagai pembahas pemikiran Prof. Sartono dalam seminar tersebut. Dikemukakannya bahwa Sartono merupakan peneliti Indonesia yang pertama berhasil mengungkapkan sejarah pemberontakan di Indonesia, terutama dalam menjelaskan intensitas perlawanan rakyat kecil yang dipimpin oleh kyai melawan priyayi dan struktur kolonial yang menopang mereka.
Prof. Sartono dilahirkan pada 15 Februari 1921 di Surakarta dan merupakan anak pasangan Tjitrosarojo dan Sutiya. Beliau wafat pada 15 Desember 2007 di Yogyakarta dalam usia 86 tahun. Perjalanan karier Sartono dimulai sebagai guru di Sekolah Schakel di Muntilan (1941). Setelah meraih gelar M.A. di Universitas Yale Amerika (1964) dan Ph.D. di Unverseiteit van Amsterdam Belanda (1966), Sartono dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Sastra UGM (1968).
Puluhan judul buku telah dihasilkannya. Namun, yang sangat terkenal adalah buku berjudul The Peasant Revolt of Banten in 1888. Buku ini ditulis berdasarkan disertasinya di Amsterdam yang mengantarkannya meraih gelar Ph.D. dengan predikat cum laude. Buku yang menceritakan pemberontakan petani Banten tahun 1888 ini juga disebut-sebut sebagai rintisan penulisan sejarah baru, yakni tentang aktivitas orang-orang kecil. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

sumber : ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=2656

.
Share this article :